Skema Politik Loteng di Putaran Kedua
Munculnya Gde Sakti (salam) yang memanggul Ikon Nahdlatul Wathan (NW) mau tidak mau telah membawa polarisasi ideologi besar di pentas politik Lombok Tengah. “NW” telah memperlihatkan perilaku ekspansif bagi warga diluar NW yang tentu saja membuat sentimen organisasi yang begitu besar bagi masyarakat diluar NW.
Walau rekapitulasi suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lombok Tengah belum berakhir, namun nyaris bisa dipastikan, Pemilukada Lombok Tengah akan digelar dua putaran. Hasil penghitungan cepat (Quick Qount) beberapa lembaga -termasuk Quick Qount masing-masing tim sukses- menghasilkan, pasangan Gde Sakti-Elyas Munir (Salam) mendapatkan angka tertinggi 27 persen diikuti pasangan Suhaili FT – Norman Suzana 24 persen sementara tujuh pasangan calon lainnya rata-rata mendapatkan dibawah 20 persen.
Menurut aturan KPU, dua putaran harus dilakukan jika semua pasangan calon tidak bisa mendapatkan angka 30 persen. Otomatis, jika angka ini bertahan sampai berakhirnya rekapitulasi oleh KPU, maka putaran kedua akan diikuti oleh dua pasangan itu, Maik meres dan Salam.
Jika benar akan terjadi dua putaran, maka langkah politik masing-masing pasangan otomatis akan berubah total. Maik Meres dan Salam sebagai kompetitor selanjutnya, tentu akan berebut dukungan dari tujuh pasangan calon yang “kalah”. Begitu juga kelompok yang kalah akan berupaya semaksimal mungkin memberikan dukungan pada salah satu pasangan yang bisa mengakomodir visi-misi dan kepentingannya.
Posisi sekarang, dua belah pihak -yang kalah dan yang menang- sama-sama mempunyai posisi tawar (Bergaining Position) yang jelas. Terutama pasangan Wiratmaja-Bajuri (Jari) dan Supriyatno-Kelan (Suke) yang dalam Quick Qount masing-masing menempati urutan 3 dan 4 atau berhasil mengumpulkan sekitar kurang dari 30 persen suara.
Sementara untuk lima sisa pasangan calon lainnya, saya melihat tak akan ada permainan yang berarti, atau pengaruh mereka tak terlalu signifikan karena hanya mengantongi nol koma sekian persen suara. Terecuali jika lima pasangan calon ini membuat koalisi atau kesepakatan bersama menjadi kelompok alternatif. Itupun nyaris tak mungkin terjadi, karena masing-masing calon mempunyai kepentingan berbeda. Yang paling memungkinkan, paling banter lima pasangan calon akan memilih jalan politik sendiri-sendiri bergabung dalam dua kubu besar yang sudah ada.
Skema Politik
Sudah diprediksi jauh-jauh hari sebelumnya, skema politik pada putaran kedua ini adalah, pasangan Jari akan mendukung Salam dan Suke kemungkinan besar akan mendukung Maik Meres.
Prediksi dukungan untuk Salam bahkan sudah terang benderang. Mamiq Ngoh berstatemen, akan mendukung penuh pasangan ini diputaran kedua nanti. Kubu Salam juga sudah menanggapi positif, akan menyambut dengan baik keinginan Mamiq Ngoh tersebut (Lombok Post, 9/6).
Yang ditunggu saat ini adalah statemen dukungan dari Suke untuk Maik Meres. Walau belum ada statemen itu, nampaknya nyaris bisa dipastikan akan kesana juga akhirnya nanti. Alasan yang tak bisa disembunyikan adalah seteru politik lama antara Mamiq Ngoh dan Supriyatno pada periode yang lalu menjadikan dukungan ke Salam tak mungkin terjadi.
Pertarungan NW dan NU
Munculnya Gde Sakti (salam) yang memanggul Ikon Nahdlatul Wathan (NW) mau tidak mau telah membawa polarisasi ideologi besar di pentas politik Lombok Tengah. “NW” telah memperlihatkan perilaku ekspansif bagi warga diluar NW yang tentu saja membuat sentimen organisasi yang begitu besar bagi masyarakat diluar NW.
Dalam konteks Lombok Tengah, tentu saja yang bisa menandingi NW hanya Nahdlatul Ulama (NU). Kita tahu Lombok Tengah adalah basis organisasi itu sejak lama khususnya Lombok bagian selatan. Kursi penuh Partai Kebangkitan Nahdlatul Ulama (PKNU) di DPRD Lombok Tengah bahkan menunjukkan kekuatan itu dengan munculnya satu tokoh Supriyatno, sebagai calon / tokoh “NU”.
Namun kalahnya Suke -“Supriyatno”- diputaran pertama baru lalu nampaknya mengharuskan NU mengambil ancang-ancang memantapkan gerakan. Attohriyah Alfadhiliyah (Yatofa) Bodak adalah pilihan satu-satunya. Dua alasan yang sangat logis adalah, Supriyatno tak mungkin berdamai dengan Mamiq Ngoh yang sudah menyatakan dukungannya ke Salam dan alasan kedua, Yatofa secara historis adalah NU.
Soal NU-Yatofa ini penting saya tegaskan, walau secara struktural Yatofa tidak masuk dalam struktur NU namun secara kultural Yatofa adalah NU tulen atau bahasa guyon-nya NU dalam ejaan lama NO atau Nahdlatul Oelama.
Melihat skema dan peta politik dua pasangan ini, nampaknya kekuatan di putaran kedua nanti akan berimbang. Yang jelas, ada dua pola kekuatan yang sedang mempersiapkan diri bertarung habis-habisan. Pertama, kekuatan Incumbent yang didukung Massa NW dan kedua barisan oposisi yang didukung oleh NU. Siapa yang lebih kuat, entahlah! canggih-canggihan strategi akan menjadi kata kunci untuk meraih simpati para pemilih.
Kita berharap, kompetisi nantinya akan berlangsung aman dan jujur. Kita tak ingin, pesta demokrasi yang akan menentukan masa depan Lombok Tengah lima tahun kedepan ini dikotori oleh aksi-aksi money politic, pembunuhan karakter bahkan kekerasan seerti yang terjadi baru lalu. Kita berharap, Pemilukada 2010 di Lombok Tengah ini damai dan dimaknai sebagai proses pendidikan politik rakyat yang bermartabat dan berkarakteristik. []
Walau rekapitulasi suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lombok Tengah belum berakhir, namun nyaris bisa dipastikan, Pemilukada Lombok Tengah akan digelar dua putaran. Hasil penghitungan cepat (Quick Qount) beberapa lembaga -termasuk Quick Qount masing-masing tim sukses- menghasilkan, pasangan Gde Sakti-Elyas Munir (Salam) mendapatkan angka tertinggi 27 persen diikuti pasangan Suhaili FT – Norman Suzana 24 persen sementara tujuh pasangan calon lainnya rata-rata mendapatkan dibawah 20 persen.
Menurut aturan KPU, dua putaran harus dilakukan jika semua pasangan calon tidak bisa mendapatkan angka 30 persen. Otomatis, jika angka ini bertahan sampai berakhirnya rekapitulasi oleh KPU, maka putaran kedua akan diikuti oleh dua pasangan itu, Maik meres dan Salam.
Jika benar akan terjadi dua putaran, maka langkah politik masing-masing pasangan otomatis akan berubah total. Maik Meres dan Salam sebagai kompetitor selanjutnya, tentu akan berebut dukungan dari tujuh pasangan calon yang “kalah”. Begitu juga kelompok yang kalah akan berupaya semaksimal mungkin memberikan dukungan pada salah satu pasangan yang bisa mengakomodir visi-misi dan kepentingannya.
Posisi sekarang, dua belah pihak -yang kalah dan yang menang- sama-sama mempunyai posisi tawar (Bergaining Position) yang jelas. Terutama pasangan Wiratmaja-Bajuri (Jari) dan Supriyatno-Kelan (Suke) yang dalam Quick Qount masing-masing menempati urutan 3 dan 4 atau berhasil mengumpulkan sekitar kurang dari 30 persen suara.
Sementara untuk lima sisa pasangan calon lainnya, saya melihat tak akan ada permainan yang berarti, atau pengaruh mereka tak terlalu signifikan karena hanya mengantongi nol koma sekian persen suara. Terecuali jika lima pasangan calon ini membuat koalisi atau kesepakatan bersama menjadi kelompok alternatif. Itupun nyaris tak mungkin terjadi, karena masing-masing calon mempunyai kepentingan berbeda. Yang paling memungkinkan, paling banter lima pasangan calon akan memilih jalan politik sendiri-sendiri bergabung dalam dua kubu besar yang sudah ada.
Skema Politik
Sudah diprediksi jauh-jauh hari sebelumnya, skema politik pada putaran kedua ini adalah, pasangan Jari akan mendukung Salam dan Suke kemungkinan besar akan mendukung Maik Meres.
Prediksi dukungan untuk Salam bahkan sudah terang benderang. Mamiq Ngoh berstatemen, akan mendukung penuh pasangan ini diputaran kedua nanti. Kubu Salam juga sudah menanggapi positif, akan menyambut dengan baik keinginan Mamiq Ngoh tersebut (Lombok Post, 9/6).
Yang ditunggu saat ini adalah statemen dukungan dari Suke untuk Maik Meres. Walau belum ada statemen itu, nampaknya nyaris bisa dipastikan akan kesana juga akhirnya nanti. Alasan yang tak bisa disembunyikan adalah seteru politik lama antara Mamiq Ngoh dan Supriyatno pada periode yang lalu menjadikan dukungan ke Salam tak mungkin terjadi.
Pertarungan NW dan NU
Munculnya Gde Sakti (salam) yang memanggul Ikon Nahdlatul Wathan (NW) mau tidak mau telah membawa polarisasi ideologi besar di pentas politik Lombok Tengah. “NW” telah memperlihatkan perilaku ekspansif bagi warga diluar NW yang tentu saja membuat sentimen organisasi yang begitu besar bagi masyarakat diluar NW.
Dalam konteks Lombok Tengah, tentu saja yang bisa menandingi NW hanya Nahdlatul Ulama (NU). Kita tahu Lombok Tengah adalah basis organisasi itu sejak lama khususnya Lombok bagian selatan. Kursi penuh Partai Kebangkitan Nahdlatul Ulama (PKNU) di DPRD Lombok Tengah bahkan menunjukkan kekuatan itu dengan munculnya satu tokoh Supriyatno, sebagai calon / tokoh “NU”.
Namun kalahnya Suke -“Supriyatno”- diputaran pertama baru lalu nampaknya mengharuskan NU mengambil ancang-ancang memantapkan gerakan. Attohriyah Alfadhiliyah (Yatofa) Bodak adalah pilihan satu-satunya. Dua alasan yang sangat logis adalah, Supriyatno tak mungkin berdamai dengan Mamiq Ngoh yang sudah menyatakan dukungannya ke Salam dan alasan kedua, Yatofa secara historis adalah NU.
Soal NU-Yatofa ini penting saya tegaskan, walau secara struktural Yatofa tidak masuk dalam struktur NU namun secara kultural Yatofa adalah NU tulen atau bahasa guyon-nya NU dalam ejaan lama NO atau Nahdlatul Oelama.
Melihat skema dan peta politik dua pasangan ini, nampaknya kekuatan di putaran kedua nanti akan berimbang. Yang jelas, ada dua pola kekuatan yang sedang mempersiapkan diri bertarung habis-habisan. Pertama, kekuatan Incumbent yang didukung Massa NW dan kedua barisan oposisi yang didukung oleh NU. Siapa yang lebih kuat, entahlah! canggih-canggihan strategi akan menjadi kata kunci untuk meraih simpati para pemilih.
Kita berharap, kompetisi nantinya akan berlangsung aman dan jujur. Kita tak ingin, pesta demokrasi yang akan menentukan masa depan Lombok Tengah lima tahun kedepan ini dikotori oleh aksi-aksi money politic, pembunuhan karakter bahkan kekerasan seerti yang terjadi baru lalu. Kita berharap, Pemilukada 2010 di Lombok Tengah ini damai dan dimaknai sebagai proses pendidikan politik rakyat yang bermartabat dan berkarakteristik. []