Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Saatnya Yang Muda Ambil Alih

Yang saya maknai dari tahun politik ini adalah, ini momentum terbaik untuk anak-anak muda usia 20 - 30-an mengambil sikap politik, berani tampil menjadi penggerak perubahan baik langsung menjadi pemimpin politik ataupun memotivasi rekan-rekan sebayanya untuk turut terlibat berpolitik.

10 tahun yang lalu, ketika berhadapan dengan orang tua, mereka masih dianggap anak-anak. Pemikiran-pemikiran mereka jarang mau didengar, apalagi keterlibatan-keterlibatan mereka di politik, acapkali diremehkan. Tapi ditahun 2018 ini, cap kanak-kanak itu sudah tak pantas lagi mereka sandang. Sebab, yang tua semakin tua, sementara mereka telah bertambah usia dan berganti dewasa.

Disaat yang sama, dunia berubah begitu cepat, tekhnologi informasi melesat ke ruang-ruang personal kita, segala informasi kita serap, kemajuan-kemajuan sosial, ekonomi di komunitas-komunitas lain menjadi kabar yang menggembirakan dan berjibun dikepala menjadi ide-ide yang penasaran ingin dipraktikkan. Sayangnya, informasi-informasi itu hanya kita orang-orang muda yang bisa mengaksesnya, orang-orang tua masih gaptek dan tak peka perkembangan.

Coba simak kondisi dusun dasan kita masing-masing... Ekonomi Masyarakat masih bergantung musim, jauh dari harapan, aktifitas bertani tembakau alih-alih bisa mendogkrak ekonomi warga malah menjebak masyarakat menjadi miskin dan dililit hutang.

Sawah-ladang yang begitu banyak tidak tergarap secara maksimal. tentu saja minimnya pengetahuan soal dunia pertanian menjadi sebab. Tapi siapa yang akan mengajari mereka bertani dan memanfaatkan lahan yang ada?

Pendidikan anak-anak kita, adik-adik kita terancam hanya sampai bangku SMK, jarang ada yang bisa kuliah. persoalannya tetap kemiskinan, tidakkah ada upaya meretas ini semua?

Diluar itu, kita perlahan menjadi miskin sombong, miskin tapi sangat konsumtif. Pendapatan kita yang sedikit dari hasil bekerja di sawah-ladang atau upah pekerja bangunan hanya cukup buat kebutuhan sehari-hari. Belum ada ekonomi Produktif yang bisa kita ciiptakan. Pantas saja banyak warga kita yang ingin mengadu nasib ke malaysia.

Jika begini keadaannya, mungkinkah kita bangkit berdiri tanpa dukungan orang-orang dan lingkungan sekitar..? saya kira tidak!

Jika berfikir politis - strukturalis, yang punya tanggungjawa ini sebetulnya adalah pemerintah Desa. Pemerintah pusat telah berupaya secara strategis mengatasi persoalan-persoalan ini melalui sentralisasi pembangunan di desa. Salah satu upayanya adalah merevisi undang-undang desa dengan diberikan kewenangan lokal dan hak kewenangan asal usul kepada desa. Artinya desa-desa bisa memutuskan sendiri apapun program dan arah pembangunan didesanya. Begitupun dana desa, Pemerintah mengucuri setiap desa masing-masing lebih dari 1 Milyar bahkan tahun ini katanya 2 M

Hal hal ini tentu saja dimaksudkan supaya desa-desa ini memberdayakan masyarakat dengan cara-cara kreatif dan produktif, dana desa yang begitu besar selayaknya bisa dijadikan modal menggerakkan masyarakat menciptakan lapangan kerja sendiri melalui Bumdes dan lain lain. Tapi apa yang kita saksikan? pemerintah desa belum bisa menerjemahkannya. Bahkan di beberapa desa, uang miliaran itu menguap kemana-mana dan tak mampu dipertanggungjawabkan. Jadilah kepala desanya di penjara.

Begitulah! masih banyak seharusnya yang saya dedahkan. Tapi saya capek ngetiknya hehe...Intinya, persoalan-persoalan seperti ini perlu kita catat dan diskusika. supaya minimal kita bertanya, kapan desa ini akan berubah? apakah kita akan menunggu orang-orang tua itu bosan mengurus kita? menurut saya tiak. Justru menurut saya, kita yang muda-muda ini yang harus berani mengambil sikap dan mengambil alih posisi. Hanya dengan begitu saya kira perubahan bisa cepat dilaksanakan! Saya tunggu kalian siap diajukan jadi Kades! :)